Kamis, 18 Januari 2018

Tugas Softskill

ETIKA PROFESI

Nama : Abdul Rokhman
NPM  ; 20414047
KLS   : 4IC03

Tentang Etos Kerja, Kultur, dan Kebijakan di suatu daerah


1.        Etos Kerja
Pengertian etos kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat. Kemudian mengatakan bahwa etos berada pada lingkaran etika dan logika yang bertumpuk pada nilai-nilai dalam hubungannya pola-pola tingkah laku dan rencana-rencana manusia. Etos memberi warna dan penilaian terhadap alternatif pilihan kerja, apakah suatu pekerjaan itu dianggap baik, mulia, terpandang, salah dan tidak dibanggakan.
Dengan menggunakan kata etos dalam arti yang luas, yaitu pertama sebagaimana sistem tata nilai mental, tanggung jawab dan kewajiban. Akan tetapi perlu dicatat bahwa sikap moral berbeda dengan etos kerja, karena konsep pertama menekankan kewajiban untuk berorientasi pada norma sebagai patokan yang harus diikuti. Sedangkan etos ditekankan pada kehendak otonom atas kesadaran sendiri, walaupun keduanya berhubungan erat dan merupakan sikap mental terhadap sesuatu.
Kerja secara etimologi diartikan (1) sebagai kegiatan melakukan seseuatu, (2) sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Etos kerja menurut Abdullah, adalah “alat dalam pemilihan”. Definisi yang dikemukakan tersebut lebih meletakkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai keistimewaan tersendiri, diantaranya adalah kemampuan untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini terkandung pula makna bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai keharusan untuk bekerja dan merupakan hal yang istimewa yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Etos kerja merupakan; (1) dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat, yang menjadi penggerak batin anggota masyarakat pendukung budaya untuk melakukan suatu kerja. (2) nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja yang menjadi penggerak bathin masyarakat melakukan kerja. (3) pandangan hidup yang khas dari sesuatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginan untuk melakukan pekerjaan.
Etos kerja atau semangat kerja yang merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat, yang dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai budaya mereka. Antar etos kerja dan nilai budaya masyarakat sangat sulit dipisahkan.
Konsep dari pengertian etos kerja dalam arti modern, pertama kali dikembangkan oleh filsuf Immanual Kant, yang menyatakan bahwa etos merupakan kehendak otonomi sebagai ciri khas sikap moral, dalam kaitan kerja, etos berarti sikap kehendak yang dituntut dalam setiap kegiatan tertentu. Jadi etos kerja adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang luhur.

2.        Kultur
Istilah’kultur’ berasal dari bahasa latin ‘cultura’ yang artinya memelihara. Dalam konteks sosiologi istilah ini sering digunakan untuk menjelaskan tradisi dan kebiasaan yang ada pada daerah tertentu(adat istiadat). Dalam tradisi dan kebiasaan yang ada di masyarakat terdapat unsur-unsur yang di pelihara dan dijaga secara turun-temurun. Meskipun begitu ada unsur yang berubah adalah sarana, pelaksana dan prosesinya. Ini semua menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan jaman. Perubahan sarana yang dimaksud disini adalah perubahan yang berkaitan langsung dengan alat-alat penunjang diselenggarakannya suatu tradisi atau kebiasaan tertentu. Ini semua tak dapat dilepaskan dari konteks ruang dan waktu. Pada masa itu warga desa yang ingin menonton wayang kulit juga harus datang ke lokasi pementasan. Tidak datang berarti kesempatan untuk menyaksikan hiburan yang sarat makna menjadi terlewatkan
Secara garis besar ada dua aspek utama berkaitan dengan hl ini, yaiu aspek social dan aspek personal. Aspek social disini adalah hal-hal yang secara langsung berkaitan dengan kualitas hubungan dan interaksi antara penduduk. Keberadaan suatu pementasan wayang kulit di pedesaan merupakan’magnet’ yang mampu mendatangkan  banyak penduduk desa tersebut bahkan tidak jarang dikunjungin oleh penduduk dari lain desa.  Hal ini tentu saja mendorong bnyak orang untuk datang menikmati hiburan. Kita tahu bahwa hiburan disini tidak sama dengan hiburan pada masa sekarang. Pada saat itu, hiburan yang disajikan penuh dengan makna dan bahkan nilai pendidikan terlebih yang berkaitan dengan kesopanan. Dengan ini saya mau mengatakan bahwa pada dasarnya apa yang diajarkan melalui media wayag kulit sejalan dengan apa yang dihayati oleh masyarakat. Perbedaan apa yang di ajarkan dan apa yang di hayati akan mendatangkan ketidak teraturan social.
 Aspek kedua  adalah  aspek personal. Aspek ini berkaitan langsung dengan karakter pribadi seseorang dalam hubungannya dengan masyrakat (personal tidak sama dengan anti social ). Di sini, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakaat dengan segala unsur yang ada di dalamnya mampu mempengaruhi pandangan hidup, karakter, cara berpikir dan kepribadian seseorang dalam menghayati hidup. Ini semua bahkan berhubungan langsung dengan pemb entukan sifat dan sesuatu yang khas dalam diri seseorang. Berkaitan dengan contoh wayang kulit yang saya sajikan diatas, yang ingin saya beri penekanan lebih disini adalah adanya kesempatan berkumpul dan mendengarkan ajaran yang baik tentu menjadi peneguhan bagi seseorang dalam menghayati ‘yang baik’ itu dalam hidupnya sehari-hari. Ajaran kebaikan yang disampikan dalam pementasan wayang  kulit tak lain hanyalah  menjadi  media yang meneguhkan  penghayatan  seseorang akan kebaikan itu sendiri  sehingga ketika hidup di masyarakat, Ia semakin mampu  menjalankan kebaikan  itu sendiri.  Dari  yang  personal mengarah  pada yang  social.

3.        Kebijakan
Kebijakan public adalah berbagai program yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai  tujuan  masyarakat ,  sedangkan tujuan masyarakat  adalah terwujudnya  kebaikan bersama.
Untuk  mewujudkan  hal  itu pemerintah  daerah  membuat berbagai program.  Berbagai  program yang  dibuat oleh pemerintah disebut kebijakan publik di daerah. Kebijakan publik didaerah ditungkan dalam:
1.      Peraturan daerah
2.      Keputusan  kepada daerah
Secara  konkret  isi  kebijakan  publik bisa dibedakan atas 4 tipe kebijakan, yaitu ; kebijakan  regulative, kebijakan redistributive, kebijakan distributif, dan kebijakan konstituen.
Kebijakan regulatif adalah kebijakan yang bersifat mengatur. Kerena bersifat mengatur kebijakan ini mengandung paksaan dan diterapkan secara langsung terhadap individu masyarakat. Tujuan kebijakan ini adalah mencegah agar seseorang tidak melakukan tindakan yang dilarang. Contoh : pemerintah daerah membuat kebijakan berupa perda tentang kebersihan kota. Umumnya dalam perda tersebut ada  ketentuan bahwa warga harus membuang sampah pada tempatnya. Sampah berupa dedaunan , ranting dan lain-lain. Diletakkan di tempat sampah organik. Sampah berupa plastik dan kaleng diletakkan di tempat sampah anorganik.
Kebijakan redistributif adalah kebijakan yang bersifat menarik sesuatu dari warga masyarakat untuk selanjutnya didistribusikan kembali. Kebijakan ini memberi manfaat secara tidak langsung kepada individu. Contoh : perda tentang tarif  air minum. Masyarakat pengguna jasa perusahaan daerah air minum harus membayar air minum sesuai ketentuan di dalam peraturan daerah.
Kebijakan distributif adalah  kebijakan  yang bersifat membagikan sesuatu  kepada  warga  masyarakat.  Kebijakan ini bertujuan memberikan manfaat tertentu kepada warga  masyarakat. Contoh  :  perda tentang APBD, yang di dalamnya berisi alokasi sejumlah dana untuk bantuan siswa miskin. Bantuan siswa miskin bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa miskin memperoleh akses pendidikan yang layak.
Kebijakan  konstituen adalah konsekuensi yang timbul dari ketiga kebijakan di atas kebijakan ini mencakup berbagai kebijakan lain yang tidak termasuk ketiga kebijakan di atas. Kebijakan ini umumnya berkenaan dengan soal keamanan dan luar negeri serta  pelayanan administrasi.  Contoh : ada syarat-syarat yang harus di penuhi  oleh pemda sebelum  merekrut PNS baru.

Sumber :
http://allespada.blogspot.co.id/2014/12/kebijakan-publik-di-daerah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar