ETIKA PROFESI
Nama : Abdul Rokhman
NPM ; 20414047
KLS : 4IC03
Tentang Etos Kerja, Kultur, dan Kebijakan di suatu daerah
1.
Etos Kerja
Pengertian etos kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan
arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap
ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta
sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir
mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik
buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat
yang amat kuat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan
bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat,
karakter, kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang
masyarakat. Kemudian mengatakan bahwa etos berada pada lingkaran etika dan
logika yang bertumpuk pada nilai-nilai dalam hubungannya pola-pola tingkah laku
dan rencana-rencana manusia. Etos memberi warna dan penilaian terhadap
alternatif pilihan kerja, apakah suatu pekerjaan itu dianggap baik, mulia,
terpandang, salah dan tidak dibanggakan.
Dengan menggunakan kata etos dalam arti yang luas, yaitu
pertama sebagaimana sistem tata nilai mental, tanggung jawab dan kewajiban.
Akan tetapi perlu dicatat bahwa sikap moral berbeda dengan etos kerja, karena
konsep pertama menekankan kewajiban untuk berorientasi pada norma sebagai
patokan yang harus diikuti. Sedangkan etos ditekankan pada kehendak otonom atas
kesadaran sendiri, walaupun keduanya berhubungan erat dan merupakan sikap
mental terhadap sesuatu.
Kerja secara etimologi diartikan (1) sebagai kegiatan
melakukan seseuatu, (2) sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Etos kerja
menurut Abdullah, adalah “alat dalam pemilihan”. Definisi yang dikemukakan
tersebut lebih meletakkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai
keistimewaan tersendiri, diantaranya adalah kemampuan untuk bekerja dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini terkandung pula makna bahwa manusia
adalah makhluk yang mempunyai keharusan untuk bekerja dan merupakan hal yang
istimewa yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Etos kerja merupakan; (1)
dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat, yang menjadi
penggerak batin anggota masyarakat pendukung budaya untuk melakukan suatu
kerja. (2) nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja
yang menjadi penggerak bathin masyarakat melakukan kerja. (3) pandangan hidup
yang khas dari sesuatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginan
untuk melakukan pekerjaan.
Etos kerja atau semangat
kerja yang merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat, yang
dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai budaya mereka. Antar etos kerja dan
nilai budaya masyarakat sangat sulit dipisahkan.
Konsep dari pengertian etos
kerja dalam arti modern, pertama kali dikembangkan oleh filsuf Immanual Kant,
yang menyatakan bahwa etos merupakan kehendak otonomi sebagai ciri khas sikap
moral, dalam kaitan kerja, etos berarti sikap kehendak yang dituntut dalam
setiap kegiatan tertentu. Jadi etos kerja adalah cara pandang yang diyakini
seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal
saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang luhur.
2.
Kultur
Istilah’kultur’ berasal dari bahasa latin ‘cultura’ yang artinya
memelihara. Dalam konteks sosiologi istilah ini sering digunakan untuk
menjelaskan tradisi dan kebiasaan yang ada pada daerah tertentu(adat istiadat).
Dalam tradisi dan kebiasaan yang ada di masyarakat terdapat unsur-unsur yang di
pelihara dan dijaga secara turun-temurun. Meskipun begitu ada unsur yang berubah
adalah sarana, pelaksana dan prosesinya. Ini semua menyesuaikan dengan kondisi
dan perkembangan jaman. Perubahan sarana yang dimaksud disini adalah perubahan
yang berkaitan langsung dengan alat-alat penunjang diselenggarakannya suatu
tradisi atau kebiasaan tertentu. Ini semua tak dapat dilepaskan dari konteks
ruang dan waktu. Pada masa itu warga desa yang ingin menonton wayang kulit juga
harus datang ke lokasi pementasan. Tidak datang berarti kesempatan untuk
menyaksikan hiburan yang sarat makna menjadi terlewatkan
Secara garis besar ada dua aspek utama berkaitan dengan hl ini, yaiu
aspek social dan aspek personal. Aspek social disini adalah hal-hal yang secara
langsung berkaitan dengan kualitas hubungan dan interaksi antara penduduk. Keberadaan
suatu pementasan wayang kulit di pedesaan merupakan’magnet’ yang mampu
mendatangkan banyak penduduk desa
tersebut bahkan tidak jarang dikunjungin oleh penduduk dari lain desa. Hal ini tentu saja mendorong bnyak orang
untuk datang menikmati hiburan. Kita tahu bahwa hiburan disini tidak sama
dengan hiburan pada masa sekarang. Pada saat itu, hiburan yang disajikan penuh
dengan makna dan bahkan nilai pendidikan terlebih yang berkaitan dengan
kesopanan. Dengan ini saya mau mengatakan bahwa pada dasarnya apa yang
diajarkan melalui media wayag kulit sejalan dengan apa yang dihayati oleh
masyarakat. Perbedaan apa yang di ajarkan dan apa yang di hayati akan
mendatangkan ketidak teraturan social.
Aspek kedua adalah
aspek personal. Aspek ini berkaitan langsung dengan karakter pribadi
seseorang dalam hubungannya dengan masyrakat (personal tidak sama dengan anti social
). Di sini, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakaat dengan
segala unsur yang ada di dalamnya mampu mempengaruhi pandangan hidup, karakter,
cara berpikir dan kepribadian seseorang dalam menghayati hidup. Ini semua
bahkan berhubungan langsung dengan pemb entukan sifat dan sesuatu yang khas
dalam diri seseorang. Berkaitan dengan contoh wayang kulit yang saya sajikan
diatas, yang ingin saya beri penekanan lebih disini adalah adanya kesempatan
berkumpul dan mendengarkan ajaran yang baik tentu menjadi peneguhan bagi
seseorang dalam menghayati ‘yang baik’ itu dalam hidupnya sehari-hari. Ajaran
kebaikan yang disampikan dalam pementasan wayang kulit tak lain hanyalah menjadi
media yang meneguhkan
penghayatan seseorang akan
kebaikan itu sendiri sehingga ketika
hidup di masyarakat, Ia semakin mampu
menjalankan kebaikan itu
sendiri. Dari yang
personal mengarah pada yang social.
3.
Kebijakan
Kebijakan public adalah berbagai program yang dibuat oleh pemerintah
untuk mencapai tujuan masyarakat ,
sedangkan tujuan masyarakat
adalah terwujudnya kebaikan
bersama.
Untuk mewujudkan hal
itu pemerintah daerah membuat berbagai program. Berbagai program yang
dibuat oleh pemerintah disebut kebijakan publik di daerah. Kebijakan publik
didaerah ditungkan dalam:
1.
Peraturan
daerah
2.
Keputusan
kepada daerah
Secara konkret isi
kebijakan publik bisa dibedakan
atas 4 tipe kebijakan, yaitu ; kebijakan
regulative, kebijakan redistributive, kebijakan distributif, dan
kebijakan konstituen.
Kebijakan regulatif adalah kebijakan yang
bersifat mengatur. Kerena bersifat mengatur kebijakan ini mengandung paksaan
dan diterapkan secara langsung terhadap individu masyarakat. Tujuan kebijakan
ini adalah mencegah agar seseorang tidak melakukan tindakan yang dilarang. Contoh
: pemerintah daerah membuat kebijakan berupa perda tentang kebersihan kota. Umumnya
dalam perda tersebut ada ketentuan bahwa
warga harus membuang sampah pada tempatnya. Sampah berupa dedaunan , ranting
dan lain-lain. Diletakkan di tempat sampah organik. Sampah berupa plastik dan
kaleng diletakkan di tempat sampah anorganik.
Kebijakan redistributif adalah kebijakan yang
bersifat menarik sesuatu dari warga masyarakat untuk selanjutnya
didistribusikan kembali. Kebijakan ini memberi manfaat secara tidak langsung
kepada individu. Contoh : perda tentang tarif
air minum. Masyarakat pengguna jasa perusahaan daerah air minum harus
membayar air minum sesuai ketentuan di dalam peraturan daerah.
Kebijakan distributif adalah kebijakan
yang bersifat membagikan sesuatu
kepada warga masyarakat.
Kebijakan ini bertujuan memberikan manfaat tertentu kepada warga masyarakat. Contoh : perda
tentang APBD, yang di dalamnya berisi alokasi sejumlah dana untuk bantuan siswa
miskin. Bantuan siswa miskin bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa
miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa miskin memperoleh
akses pendidikan yang layak.
Kebijakan konstituen adalah konsekuensi yang timbul dari
ketiga kebijakan di atas kebijakan ini mencakup berbagai kebijakan lain yang
tidak termasuk ketiga kebijakan di atas. Kebijakan ini umumnya berkenaan dengan
soal keamanan dan luar negeri serta pelayanan
administrasi. Contoh : ada syarat-syarat
yang harus di penuhi oleh pemda
sebelum merekrut PNS baru.
Sumber :
http://allespada.blogspot.co.id/2014/12/kebijakan-publik-di-daerah.html