Senin, 04 Mei 2015

Manusia Dan penderitaan

Gandrung tentang Penderitaan

 

 

Mungkin sangat jarang orang yang mengetahui apa itu “Gandrung”. Apalagi jika ditanyakan pada masyarakat kota yang notabene sudah modern. Gandrung adalah salah satu jenis tarian yang berasal dari Banyuwangi. Kata “”Gandrung”” diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan “paju”
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Dalam video “GANDRUNG” dikisahkan ada seorang ibu yang sudah mengajari anaknya tentang Gandrung sejak kecil karena nazarnya. Anaknya terkena penyakit yang cukup parah, lalu Ibunya bernazar apabila anaknya sembuh, ia akan mengajari anaknya tentang Gandrung. Ternyata anaknya sembuh, lantas Ibunya langsung memenuhi nazarnya. Namanya pun berubah menjadi “Gandrung Temu Mudaiyah”. Setelah besar, Mudaiyah tetap menjadi penari Gandrung.

Dia mengalami banyak cobaan yang cukup berat sebagai penari Gandrung. Gandrung sering dianggap pekerjaan yang rendah. Selain itu di mata masyarakat sekitar gandrung dianggap negatif. Mudaiyah tetap bertahan dengan cacian dari warga sekitar. Setelah menikahpun dia tetap menerima cobaan. Suaminya ternyata selingkuh. Karena itulah dia memutuskan untuk cerai. Setelah cerai pun dia tetap menjadi penari Gandrung.

Pada cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa sesulit apapun cobaan yang menimpa kita, berusahalah agar tetap sabar dan melakukan yang terbaik. Juga jadilah orang yang teguh pendirian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar