Senin, 04 Mei 2015

Manusia dan Kebudayaan




gandrung1

Gandrung

Gandrung Banyuwangi adalah salah satu jenis tarian yang berasal dari Banyuwangi.

Asal istilah

Kata “”Gandrung”” diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Sejarah

Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu.
Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi berupa kendang dan beberapa rebana (terbang). Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772. Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri, tertawan, hilang tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh Kompeni lebih dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal sekitar lima ribu jiwa hidup terlantar dengan keadaannya yang sangat memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para orang tua, para janda serta anak-anak yang tak lagi punya orang tua.(telah yatim piyatu) dan selain itu ada juga yang melarikan diri menyingkir ke negeri lain. Seperti ke Bali, Mataram, Madura dan lain sebagainya.
Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Dan sebenarnya yang tampaknya sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah usai.
Mengenai mereka yang bersikeras hidup di hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan tersebut, disinggung oleh C. Lekerkerker yang menulis beberapa kejadian setelah Bayu dapat dihancurkan oleh gempuran Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772, antara lain sebagai berikut; Pada tanggal 7 Nopember 1772, sebanyak 2505 orang lelaki dan perempuan telah menyerahkan diri ke Kompeni, Van Wikkerman mengatakan bahwa Schophoff telah menyuruh menenggelamkan tawanan laki-laki yang dituduh mengobarkan amuk dan yang telah memakan dagingnya dari mayatnya Van Schaar. Juga dikatakan bahwa orang-orang Madura telah merebut para wanita dan anak-anak sebagai hasil perang. Sebagian dari mereka yang berhasil melarikan diri kedalam hutan telah meninggal karena kesengsaraan yang dialami mereka. Sehingga udara yang disebabkan mayat-mayat yang membusuk sampai jarak yang jauh. Yang lainnya menetap dihutan-hutan seperti; Pucang Kerep, Kali Agung, Petang dan sebagainya. Dan mereka bersikap keras tetap tinggal dalam hutan dengan segala penderitaannya[3].
Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat perjuang dan yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup bercerai-berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih menetap di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian mereka mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa Mas Alit. Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad (Tirta-arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat serbuan Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten Banyuwangi).
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.[4]
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

Pertunjukan Gandrung Banyuwangi

Gandrung Banyuwangi merupakan sebuah seni pertunjukan rakyat dengan iringan musik yang khas dari budaya jawa dan bali yang diyakini oleh para pewarisnya sebagai falsafah hidup. Tarian ini dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan  (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju).
Bentuk kesenian ini didominasi dengan orkestrasi yang khas dan populer.  Gandrung juga sering dipentaskan dalam berbagai acara misalkan khitanan, perkawinan, dan acara resmi maupun tidak resmi lainnya. Tarian gandrung dimulai dari pukul 21:00 hingga 04:00 lebih menjelang subuh.
Menurut sejarahnya, Gandrung pertama kali ditarikan oleh para pria, namun secara perlahan-lahan gandrung laki-laki tersebut lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, karena ajaran islam yang melarang bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan dan pada tahun 1914 lenyapnya tari gandrung pria setelah kematian penari terakhir yaitu Marson.
Pada tahun 1895, Gandrung wanita pertama yaitu dikenal dengan sebutan Gandrung Semi. Menurut ceritanya, Semi menderita sebuah penyakit yang cukup parah. Berbagai cara telah dilakukan demi kesembuhan Semi, namun tak kunjung sembuh. Akhirnya, Ibu Semi (Mak Midhah) bernazar “kandhung sira waras, sun dhadekaken seblang, kadhung sing yo sing” (apabila kamu sembuh saya jadikan kamu seblang, kalau tidak ya tidak jadi).
Akhirnya, Semi sembuh yang kemudian dijadikan seblang dan sekaligus dimulainya tari gandrung oleh wanita. Ditangan Semi, kesenian gandrung merupakan
sebuah media pembebasan (tarian yang didalam syairnya terdapat sandi-sandi khusus) sisa-sisa laskar blambangan dari belenggu penjajahan sampai menjadi sebuah gerak tari yang indah, sarat akan pesan dan makna.
TARI GANDRUNG BANYUWANGI
Bentuk gerakan pertunjukan gandrung terbagi
dari 3 bagian antara lain :
  1. Jejer
    Jejer merupakan bentuk dari pembukaan pertunjukan gandrung. Bagian ini, para penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu.
  1. Ngrepen, Maju atau ngibing
    Bagian kedua, seorang penari mulai memberikan selendang-selendang yang dikenakannya untuk diberikan kepada tamu. Pada mulanya penari gandrung akan mendekati atau mendatangi  tamu untuk menari dengannya dengan gerakan menggoda, pada bagian inilah yang dikenal dengan sebutan maju atau ngibing.Kemudian saat acara telah selesai penari gandrung  akan mendekati para rombongan penonton dan meminta salah satu penonton untuk memilih lagu yang akan dibawakan serta diselang seling antara maju dan ngrepen (nyanyian yang tidak ditarikan) yang berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh.
  1. Seblang subuh
    Pada bagian terakhir yaitu seblang subuh yang merupakan penutup dari seluruh acara pertunjukan gandrung banyuwangi. Bagian ini diawali dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, terkadang sambil membawa sebuah kipas yang kemudian dikibas-kibaskan menurut irama. Pada bagian ini terasa dengan mistisnya, karena masih berhubungan erat dengan ritual seblang yang merupakan penyembuhan atau penyucian yang masih dilakukan oleh penari-penari usia lanjut.

Perkembangan terakhir

Kesenian gandrung banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi yang dipopulerkan  melalui media elektronik dan media cetak. Akhirnya, pemerintah kabupaten Banyuwangi mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD sampai SMA untuk mengikuti ekstrakulikuler kesenian Banyuwangi.
Dalam pandangan kelompok gandrung mengandung  nilai-nilai historis komunikasi yang terus menerus tertekan secara struktural maupun kultural yang berarti bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat. Disisi lain, penari gandrung tidak pernah terlepas dari prasangka atau citra negatif ditengah masyarakat luas, terutama pada kaum santri yang menilai bahwa penari gandrung merupakan  tarian negatif dan perlakuannya yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-sehari.
Tarian gandrung resmi menjadi maskot Pariwisata Banyuwangi pada bulan desember tahun 2000 yang kemudian disusul pematungan gandrung terpanjang diberbagai sudut kota dan desa. Setelah itu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi merencanakan program dengan cara aktualisasi yang dilakukan dalam 1 bulan sekali dan pelaksanaannya pada waktu padang bulan (dipertunjukkan kembali supaya tetap terjaga kelestariannya). Melalui program inilah diharapkan masyarakat luas dapat melestarikan kembali Tarian Gandrung Banyuwangi.

sumber :
 https://lodyfaldifia99.wordpress.com/2015/03/08/manusia-dan-kebudayaan-gandrung-banyuwangi/comment-page-1/#comment-1

Manusia Dan Harapan


 Gandrung dengan harapannya



Rumah itu berukuran 6×7 meter. Cat putih di dindingnya mulai lusuh. Lantai semennya penuh lubang. Plafon bambu di atap rumah, mulai tercabik di sana-sini. Perabotan di dalam rumah tak ada yang mewah. Hanya empat kursi kayu kusam berjejer di ruang tamu. Di belakangnya, terdapat dua lemari kuno yang berdirinya mulai miring. Hanya teve i4 inch dan VCD Player yang menjadi barang berharga, menghiasi di pojok ruangan.

Di rumah yang terlampau sederhana itulah, lahir dan tumbuh seorang penari dan penyanyi Gandrung Banyuwangi, Temu Misti. Di usianya yang beranjak senja, 55 tahun, perempuan setinggi 165 cm berperawakan kurus ini, menjadikan gandrung adalah bagian tak terpisahkan dari hidupnya.

Bersama kelompok kesenian Gandrung, Sopo Ngiro yang dia rintis sejak 1980, Temu menari dari satu tanggapan ke tanggapan lainnya. Dia mempertahankan pakem gandrung ditengah bermunculannya penari gandrung lain yang identik sebagai hiburan para pemabuk. Perempuan yang tak lulus sekolah rakyat ini ingin menunjukkan kalau gandrung bukan kesenian murahan. “Kalau saya berhenti, habislah riwayat gandrung,” ujar Temu, Minggu (2/8).

Selain tubuh gemulai, Temu dianugerahi suara emas yang tidak dimiliki gandrung lain. Melengking tinggi dengan cengkok using khas. Selain menari, ia biasa menjadi sinden gandrung dalam setiap pagelaran. Ia juga satu-satunya yang mampu mengkolaborasikan suara gending gandrung dengan lagu Banyuwangi modern. Para peneliti, menyebut suara gandrung Temu, adalah sebuah eksotisme timur.

Tempat lahir Temu di Dusun Kedaleman, Desa Kemiren, sekitar tujuh kilometer dari kota Banyuwangi dulunya adalah kantung kesenian gandrung. Temu kecil, hampir tak pernah melewatkan menonton gandrung. Ia juga terbiasa mengintip para penari gandrung berlatih. Namun tak pernah terbersit di pikirannya untuk menjadi penari gandrung. “Dari awal keluarga tak pernah setuju,” kata Temu.

Semasa kecil, anak tunggal Mustari dan Supiah ini sakit-sakitan. Hampir putus asa keluarganya membawa Temu berobat ke dukun. Suatu hari sepulang berobat ke dukun, ibunya mampir ke salah seorang seniman gandrung, Mbah Ti’ah. Di sana, Temu meminta makan. “Saya makan dengan lahap,” kata Temu. Si empu gandrung lantas berpesan: “Jadikan dia gandrung kalau besar nanti,”

Pementasan pertama Temu berada di Dusun Gedok, tak jauh dari tempatnya tinggal, saat usianya menginjak 15 tahun. Ia hanya berlatih sehari dan mampu membawakan tarian gandrung dengan apik. Ia juga tak kesulitan membawakan lagu-lagu gandrung. Temu memulai jalan hidupnya sebagai gandrung.

Perempuan penyuka kopi ini mulai masuk dapur rekaman sekitar tahun 1970-an. Saat itu, sudah bermunculan rumah-rumah produksi, pencipta lagu, dan penyanyi lagu Banyuwangi. Album pertamanya masih berkaitan dengan lagu-lagu gandrung. Album-album saat itu masih dijual dalam bentuk kaset. Harganya, kata Temu, sekitar Rp 75.

Saat ini Temu masih aktif menyanyi, lagu-lagunya lebih modern. Salah satu single hits yang meledak di pasaran berjudul Ojo Cilik Ati. Upah rekaman tidak dihitung berdasarkan royalti atau banyaknya kaset yang laku. Melainkan dihitung per paket, antara Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per lagu. Tanpa ada surat kontrak.

Upah itu, kata Temu, jauh lebih tinggi dibanding ia menari. Saat menjadi gandrung, bayaran satu kelompok memang besar, yakni Rp 2 juta. Tapi setelah dibagi-bagi dengan lima penabuh, dan seorang tukang rias, bersih ia hanya terima Rp 250 ribu. Karena itu ia tak pernah protes dengan upahnya rekaman. Sebagai seniman tradisional, Temu tak pernah pernah menggugat dengan urusan hak cipta intelektual atau tetek bengeknya. “Gak paham dengan begituan,” tuturnya.

Tahun 1980, suara emas Temu direkam Smithsonian Folkways, Amerika Serikat, milik Philip Yampolsky. Dalam album Songs Before Dawn yang dirilis 1991, Temu menyanyi sebelas lagu gandrung, antara lain, delimoan, Chandra dewi, dan seblang lokento. Bertahun-tahun, rupanya Temu tak pernah tahu kalau album itu dijual di sejumlah situs bisnis di Amerika dan Eropa. Di situs Amazone.com, misalnya, yang dibuka Tempo Rabu lalu (5/8), CD Songs Before Dawn dijual seharga 16,98 US Amerika. Yang Temu tahu, kalau saat itu suaranya direkam untuk kegiatan penelitian kebudayaan Indonesia. Ia dibayar Rp 250 ribu, tanpa sebuah surat kontrak.

Temu baru mengetahui sekitar tahun 2007 dari Farida Indriastuti, kontributor lepas kantor berita Italia yang melakukan penelitian tentang multikulturalisme. Konon kabarnya, album Temu itu mencetak penjualan miliyaran rupiah. Namun penghargaan kepada Temu, tak lebih dari sebuah figura berbingkai kayu coklat polos, berisi sampul album Songs Before Dawn. Figura itu dipajang Temu di dinding rumahnya. “Bangga, tapi juga kecewa,” ungkapnya setiap kali menatap figura yang barangkali harganya tak lebih dari Rp 5 ribu. “Ya, mau gimana lagi? Biar Tuhan yang membalas,” ucap Temu, yang menjanda sejak tahun 1980.

Toh, besarnya kekecewaan di dada Temu tak pernah membuatnya surut dari dunia gandrung. Ia sudah bertekad tidak akan mundur sebelum memiliki pengganti. Untuk mencetak generasi, tahun 1995 ia mencoba melatih 10 anak gadis di desanya. Tapi seluruhnya gagal. Menurut Temu, sangat sulit mencari pengganti yang mau menari karena benar-benar mencintai gandrung. “Kalau sudah ada yang menggantikan, saya ingin istirahat,” katanya. IKA NINGTYAS

Bertahan Dari Ancaman
Gandrung, kesenian asli Banyuwangi bisa dikatakan satu genre dengan kesenian Tayub di Jawa Tengah. Kesenian Gandrung menampilkan penari perempuan, dengan lima-tujuh penabuh gending. Terdapat sesi, dimana gandrung menari bersama-sama dengan tamu. Gandrung biasa ditampilkan dalam hajatan, seperti pesta perkawinan, sunatan, maupun acara seremonial lain. Pertunjukan gandrung dimulai jam sembilan malam hingga menjelang subuh.

Di awal kemunculannya, sekitar tahun 1900-an, penari gandrung adalah laki-laki. Gandrung dengan gending-gendingnya, dimainkan sebagai bentuk perlawanan masyarakat Banyuwangi terhadap kolonialisme bangsa barat. Gandrung dengan penari perempuan baru muncul pada 1895, setelah Islam masuk dan melarang laki-laki menjadi penari.

Setelah Indonesia merdeka, gandrung berubah fungsi. Dari semula sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah, gandrung menjadi hiburan. Tahun 1990-an, pementasan gandrung diidentikkan dengan para pemabuk karena selalu tersedia minuman keras. Sorotan miring terhadap gandrung mulai merebak. Gandrung mulai terpinggirkan.

Menurut Temu Misti, seniman yang mempertahkan bentuk asli gandrung, kondisi itu diperparah dengan maraknya tontotan modern seperti elekton dan karaoke. Kelompok-kelompok kesenian gandrung menjadi tidak lagi patuh dengan pakem demi mengejar setoran. Harga pertunjukan mau dibayar murah sekitar Rp 750 ribu sehingga memukul kelompok kesenian Temu yang bertahan dengan Rp 2 juta. Penari-penari gandrung diciptakan secara instant tanpa penghayatan.

Di tengah ancaman ini, belum ada perlindungan dari Pemerintah Kabupaten setempat. Permintaan manggung semakin surut. Kalau dulu bisa manggung tiap malam, kata Temu, sekarang sebulan tiga kali sudah bagus. Ia tak berani menggantungkan hidup sepenuhnya dari gandrung. Ia menyambi pendapatan lain. Setiap pagi pergi ke sawah. Sore merawat beberapa ekor ayamnya. Hiburan satu-satunya, adalah Ryan Wibowo, 11, ponakannya yang ia rawat sedari kecil. “Kami memang seperti hidup-hidup sendiri,” katanya dalam suara lirih. IKA NINGTYAS

Cerita di atas adalah harapan dari penyanyi gandrung yang ingin melastarikan budaya serta mencari nafkah dari tarian daerah tersebut, tapi nyatanya sekarang dia bisa menari sepenuhnya seperti dulu, di karenakan sudah jarang masyarakat yang mengenal dan meminggirkannya, karena banyak yang beranggapan penari gandrung mengudang syahwat buat pria yang mabuk.
Inilah harapan satu-satunya bagaimana masyarakat tidak menilai jelek tarian gandrung dan bahkan melestarikannya.


sumber :
 http://p0nkdbyt3.blogspot.com/2011/04/harapan-dari-seorang-penari-gandrung.html
http://inunkasthomaharnandi.blogspot.com/2012/06/mak-eroh-wanita-baja-pelindung.html

Manusia dan pandangan Hidup


  Gandrung dengan pandangan hidupnya

Semua manusia tentunya mempunyai kodrati yang diberi tuhan kepada manusia sehingga dapat menentukan masa depan kelaknya. bagi sang penari gandrung tentunya memiliki pandangan hidup yang terjadi pada hidupnya yang sesuai pada kebenaranya.


sang penari gandrung pastinya ingin mewujudkan cita-cita dan hidup yang jauh lebih baik lagi. namun pada dasarnya cita-cita adalah apa yang diinginkan dan mungkin dapat dicapai dengan usaha dan perjuangan.
tujuan yang dikendaki tentunya dengan kerja keras yang dilandasi oleh keyakinan dan kepercayaan.

Penari gandrung tentunya mempunyai pandangan hidup sesuai dengan kenyataan apa yang ada dikarenakan kehidupanya seorang wanita gandrung yang sering dipanggil dengan sebutan gendrung "semi".

seorang anak kecil yang masih berusia 10 tahun,waktu itu semi menderita penyakit yang cukup parah.
segala cara sudah dilakukan hingga kedukun,namun semi pun tak kunjung sembuh,sehingga ibu semi bernazar seperti  “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi).

 Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan sseblang (penari) sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.

Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat.

Tari gandrung adalah tari yang dibawakan oleh dua orang perempuan dan biasanya diiringi oleh gamelan.Tari Gandrung memiliki ciri khas,mereka menari dengan kipas dan ketika penari menyentuh kipasnya kepada salah satu penonton biasanya laki – laki dan di ajak untuk menari.

Sebelum menari para penari harus melakukan beberapa ritual seperti ritual sesajenan dengan menggunakan beberapa bebungaan juga  7 macam ketan dan penari di tutupi kain putih hal tersebut harus dilakukan karena sang penari  mengungkapkan rasa syukur dan agar mendapat restu dari nenek moyang gandrung sebelumnya. 

Namun Dilain pihak, Penari gandrung mendapatkan tekanan kultural dan struktural. tekanan kultural yang dinilai oleh masyarakat sebagai profesi yang nista dan kotor adalah penari penghibur. Pelaku darinya dianggap tak bermoral dan sampah masyarakat. Masyarakat, pada umumnya, menganggap bahwa dalam diri  penari gandrung  tidak terlintas sedikitpun nilai positif, beberapa sebabnya adalah dikhawatirkan ketika sang penari mendapat kan lawan tari (pengunjung) yang mabuk bisa terjadi pelecehan seksual, sang penari harus selalu melayani pengunjung selama pengunjung masih ada yang ingin menari, terkadang penari sendiri diejek oleh masyarakat sekitar dan lain sebagainya.

Karena pandangan negatif itulah serta beberapa faktor lainnya yang mengakibatkan Tari Gandrung semakin sepi peminatnya. Maka dari itu segala upaya untuk melestarikan kebudayaan asli indonesia ini dilakukan secara modern dan merubah pandangan orang terhadap segala keburukan dari Tari Gandrung yang ada, yaitu dengan cara menganggap Tari Gandrung hanyalah tarian biasa dengan artian begini diambil cara-cara bagaimana Tari Gandrung tersebut dan melepas kebiasaan “melayani pengunjung” dan menganggap Tarian Gandrung sebagai ajang melestarikan budaya Indonesia, misalnya perlombaan tarian, untuk menyambut turis/acara internasional. Dengan tujuan tersebut sekarang ini banyak SMA / SMK di indonesia ada pelajaran Tari yang dimaksudkan untuk mengajari bagaimana tarian tersbut dilakukan tetapi tidak untuk tujuan negatif seperti yang di pandangkan sebelumnya dan ternyata cukup berhasil ada beberapa penari-penari baru lahir dari SMA/ SMK dan dengan pandangan yang lebih positif dan baik tentunya.
 
 sumber :
 http://mestirahmawati.blogspot.com/2013/11/pandangan-tentang-si-penari-gandrung.html

Manusia Dan Keadilan





Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu. Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan seperti apartemen didalam penjara.
KEADILAN SOSIAL
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kebijakannya masing-masing.
5  Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemerataan kesempatan berusaha.
6.    Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan  kaum wanita.
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
BERBAGAI MACAM KEADILAN
a)   Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
b)   Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c)   Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1.      Aspek ekonomi
2.      Aspek kebudayaan
3.      Aspek peradaban
4.      Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
PEMBALASAN
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

sumber :
 http://ilmubudayadasarardhi.blogspot.com/2012/11/manusia-dan-keadilan.html

Manusia Dan Tanggung Jawab



Gandrung Nasibmu Kini

 

Gandrung, sebuah nama tarian daerah khas Banyuwangi yang kini telah hampir hilang, ditelan budaya-budaya asing yang telah menulari generasi-generasi muda saat ini. Sehingga, generasi-generasi muda saat ini menjadi kurang menyukai budaya asli Indonesia, warisan nenek moyang jaman dahulu. Sesuatu hal yang ironis, mengingat bahwa Indonesia adalah Bangsa yang memiliki warisan Budaya yang sangat banyak, yang bahkan negara Tetangga pun mengklaim Budaya kita sebagai budaya negara mereka.

Sebagai informasi dasar, Gandrung adalah tarian khas dari Banyuwangi, yang merupakan tarian penghibur dalam acara pesta, seperti hajatan, pesta pernikahan, dan sebagainya yang biasanya si Empunya Acara me”nanggap” (menyewa) jasa penari Gandrung untuk menghibur para tamu di dalam acara tersebut. Kegiatan “nanggap” tari Gandrung ini cukup exist pada masanya. Namun, seiring perkembangan Zaman, minat masyarakat akan tarian Gandrung menjadi sedikit, atau bahkan hilang sama sekali. Hal inilah yang membuat saya ingin mengangkat hal ini ke dalam tulisan di dalam Blog saya.
Pada tulisan saya ini, saya akan membahas tentang tarian Gandrung yang saya lihat dari video ini. hal pertama yang ingin saya tekankan adalah dalam hal Pendekatan Manusia dan Tanggung Jawab. Tanggung Jawab yang saya maksudkan adalah Tanggung Jawab pemerintah, Menteri Kebudayaan dan juga termasuk Masyarakat untuk melestarikan atau paling tidak mengenalkan budaya tari Gandrung kepada generasi muda saat ini. Tujuannya tidak lain adalah agar generasi-generasi muda Indonesia mengenal salah satu budaya warisan Indonesia yang satu ini, agar tidak hilang ditelan perkembangan Zaman yang sangat pesat kemajuannya.
Di dalam video yang saya saksikan ini, seorang pemilik sekaligus pengajar tari Gandrung menjelaskan bahwa ia berusaha untuk melestarikan tarian Gandrung melalui sanggar tari yang dimilikinya. Ini merupakan sesuatu hal yang sangat bagus dalam rangka melestarikan budaya asli Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa sang pemilik sanggar memiliki Tanggung Jawab dalam upaya mengenalkan kembali budaya tari Gandrung kepada generasi-generasi muda saat ini.
Disamping itu, nampaknya pemerintah daerah juga telah tergerak untuk melakukan suatu gerakan pelestarian tari Gandrung dengan memasukkan mata pelajaran tari Gandrung di SMK-SMK setempat. Suatu jalan yang cukup bagus, karena dengan demikian akan memacu siswa untuk mengenal dan mempelajari secara lebih lanjut tentang budaya tari Gandrung. Terlihat bahwa pemerintah Daerah juga merasa Bertanggung Jawab dalam hal pelestarian budaya tarian Ganrung, budaya asli dari Banyuwangi.
Sebagai penutup tulisan ini, Saya beranggapan bahwa kita, bangsa negara Indonesia yang dianugerahi banyak sumber daya alam melimpah dan warisan budaya yang amat sangat kaya, sudah sepantasnya generasi-generasi muda untuk melakukan suatu aksi dalam hal pelestarian adat budaya asli Indonesia. Sudah banyak kasus-kasus dimana budaya asli Indonesia yang diklaim oleh negara tetangga. Jangan hanya berkoar-koar saat budaya kita diklaim oleh negara tetangga, namun justru kita bertindak sebelum diklaim, sudah kita lestarikan, dan kita jaga karena bagaimanapun juga, itu adalah budaya kita, Bangsa Indonesia.
sumber : http://brianhand93.blogspot.com/2012/04/gandrung-nasibmu-kini.html
               http://full.creative.touchtalent.com/GAndrung-1-157615.jpg

Manusia Dan penderitaan

Gandrung tentang Penderitaan

 

 

Mungkin sangat jarang orang yang mengetahui apa itu “Gandrung”. Apalagi jika ditanyakan pada masyarakat kota yang notabene sudah modern. Gandrung adalah salah satu jenis tarian yang berasal dari Banyuwangi. Kata “”Gandrung”” diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan “paju”
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Dalam video “GANDRUNG” dikisahkan ada seorang ibu yang sudah mengajari anaknya tentang Gandrung sejak kecil karena nazarnya. Anaknya terkena penyakit yang cukup parah, lalu Ibunya bernazar apabila anaknya sembuh, ia akan mengajari anaknya tentang Gandrung. Ternyata anaknya sembuh, lantas Ibunya langsung memenuhi nazarnya. Namanya pun berubah menjadi “Gandrung Temu Mudaiyah”. Setelah besar, Mudaiyah tetap menjadi penari Gandrung.

Dia mengalami banyak cobaan yang cukup berat sebagai penari Gandrung. Gandrung sering dianggap pekerjaan yang rendah. Selain itu di mata masyarakat sekitar gandrung dianggap negatif. Mudaiyah tetap bertahan dengan cacian dari warga sekitar. Setelah menikahpun dia tetap menerima cobaan. Suaminya ternyata selingkuh. Karena itulah dia memutuskan untuk cerai. Setelah cerai pun dia tetap menjadi penari Gandrung.

Pada cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa sesulit apapun cobaan yang menimpa kita, berusahalah agar tetap sabar dan melakukan yang terbaik. Juga jadilah orang yang teguh pendirian.

Manusia dan Kegelisahan




            Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan meruapakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar dalam kecemasan. Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Masalah kecemasan atau kegelisahan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.
            Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia, yaitu kecemasan kenyataan (obyektif), kecemasan neorotik, dan kecemasan moril.
a). Kecemasan obyektif
Pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau bahaya dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut kalau ia berada dekat dengan benda-benda atau keadaan tertentu dari lingkungannya.
b). Kecemasan neorotis (syaraf)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund Freud, kecemasan ini dibagi tiga macam, yakni:
  1. Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, dan orang itu takut akan bayangannya sendiri, atau takut akan id-nya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.
  2. Bentuk ketakutan yang tegang dan irrasional (phobia). Bentuk khusus dari phobia adalah intensitet ketakutan melebihi proporsi yang sebenarnya dari obyek yang ditakutkannya.
  3. Rasa takut lain ialah rasa gugup, gagap dan sebagainya. Reaksi ini munculnya secara tiba-tiba tanpa ada provokasi yang tegas. Reaksi gugup ini adalah perbuatan meredakan diri yang bertujuan untuk membebaskan seseorang dari kecemasan neorotis yang sangat menyakitkan dengan melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh id, meskipun ego dan superego melarangnya.
c). Kecemasan moril
Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang. Tiap pribadi memiliki bermacam-macam emosi, antara lain iri, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, cinta, dan rasa kurang.
Rasa iri, benci, dengki, dendam merupakan sebagian dari pernyataan individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat. Oleh karena itu, sering alasan untuk iri, benci, dengki itu kurang dapat dipahami orang lain. Sifat-sifat seperti itu adalah sifat yang tidak terpuji, bahkan mengakibatkan manusia akan merasa khawatir, takut, cemas, gelisah, dan putus asa.
  • SEBAB-SEBAB ORANG GELISAH
Sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
  • USAHA-USAHA MENGATASI KEGELISAHAN
  1. Mulai dari diri kita sendiri, yaitu bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.
  2. Memasrahkan diri kepada Tuhan. Kita pasrahkan nasib kita sepenuhnya kepada-Nya. Kita harus percaya bahwa Tuhan Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun.
Sumber :
http://ibdbayuerfiyanto.blogspot.com/2010/04/ibd-bab-10-manusia-dan-kegelisahan.html
http://dessydemasi.blogspot.com/2013/06/manusia-dan-kegelisahan-tugas-ilmu.html

Rabu, 11 Maret 2015

MANUSIA CINTA DAN KASIH




MANUSIA CINTA DAN KASIH

    A.      PENGERTIAN CINTA KASIH
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, cinta adalah rasa sangat suka kepada ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya, cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dengan Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas mengikuti perintah-Nya dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W. Sarwono. Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterkaitan, keintiman dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterkaitan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi bersama orang lain kecuali dengan dia. Kalau janji dengan dia harus ditepati. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu, saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan:sayang dan sebagainya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang rnengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya.
Di dalam kitab Suci Alqur’an, ditemukanya fenomena cinta yang bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan : tinggi, menengah dan rendah. Tingkatan cinta tersebut di atas adalah berdasarkan firman Alloh dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut:
katakanlah:jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
B.      CINTA MENURUT AJARAN AGAMA
Ada yang berpendapat bahwa etika cinta dapat dipahami dengan mudah tanpa dikaitkan dengan agama. Tetapi dalam kenyataan hidup manusia masih mendambakan tegaknya cinta dalam kehidupan ini. Di satu pihak, cinta didengungkan lewat lagu dan organisasi perdamaian dunia, tetapi di pihak lain dalam praktek kehidupan cinta sebagai dasar kehidupan jauh dari kenyataan. Atas dasar ini, agama memberikan ajaran cinta kepada manusia.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Kadang-kadang seseorang mencintai dirinya sendiri. Kadang-kadang mencintai orang lain. Atau juga istri dan anaknya, hartanya, atau Allah dan Rasulnya. Berbagai bentuk cinta ini bisa kita dapatkan dalam kitab suci Al-Qur’an.
Cinta diri
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Pun ia mencintai segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan pada dirinya. Sebaliknya ia membenci segala sesuatu yang menghalanginya untuk hidup, berkembang dan mengaktualisasikan diri. Ia juga membenci segala sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, penyakit dan mara bahaya. Al-Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri ini, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya, dan menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan keselamatan dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammad SAW, bahwa seandainya beliau mengetahui hal-hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi dirinya dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri ialah kecintaannya yang sangat terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan dan kemewahan hidup. (QS, al-Adiyat, 100:8)

Cinta kepada sesama manusia
Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Pun hendaknya ia menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang pada orang-orang lain, bekerja sama dengan dan memberi bantuan kepada orang lain. Oleh karena itu, Allah ketika memberi isyarat tentang kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesahnya apabila ia tertimpa kesusahan dan usahanya yang terus menerus untuk memperoleh kebaikan serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah langsung memberi pujian kepada orang-orang yang berusaha untuk tidak berlebih-lebihan dalam cintanya kepada diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala-gejala itu adalah dengan melalui iman, menegakkan shalat, memberikan zakat, bersedekah kepada orang-orang miskin dan tak punya dan menjauhi segala larangan Allah. Keimanan yang demikian ini akan bisa menyeimbangkan antara cintanya kepada diri sendiri dan cintanya pada orang lain, dan dengan demikian akan bisa merealisasikan kebaikan individu dan masyarakat.
Al-Qur’an juga menyeru kepada orang-orang yang beriman agan saling cinta-mencintai seperti cinta mereka pada diri mereka sendiri. Dalam seruan itu sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para mukmin agar tidak berlebih-lebihan dalam mencintai diri sendiri.

Cinta seksual
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerja sama antara suami dan istri. Ia merupakan faktor yang primer bagi kelangsungan hidup keluarga :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu Istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan  dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi yang berpikir. (QS, Ar-Rum, 30:21)
Dorongan seksual melakukan suatu fungsi penting. yaitu melahirkan keturunan demi kelangsungan jenis. Lewat dorongan seksual lah terbentuk keluarga. Dari keluarga terbentuk masyarakat dan bangsa. Dengan demikian bumi pun menjadi ramai, bangsa-bangsa saling kenal mengenal, kebudayaan berkembang, dan ilmu pengetahuan dan industri menjadi maju. Islam mengakui dorongan seksual dan tidak mengingkarinya. Jelas dengan sendirinya ia mengakui pula cinta seksual yang menyertai dorongan tersebut. Sebab ia merupakan emosi alamiah dalam diri manusia yang tidak diingkari, tidak ditentang ataupun ditekannya. Yang diserukan Islam hanyalah pengendalian dan penguasaan cinta ini, lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan cam yang sah, yaitu dengan perkawinan.

Cinta kepada Allah
Puncak cinta manusia, yang paling bening, jernih dan spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya kepada-Nya. Tidak hanya dalam shalat, pujian, dan doanya saja, tetapi juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan tindakannya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridho-Nya:
“Katakan1ah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS, Mi Imran, 3:31).
Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan membuat cinta itu menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupannya dan menundukkan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua makhluk Allah dan seluruh alam semesta. Sebab dalam pandangannya semua wujud yang ada di sekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.

Cinta kepada Rasul
Cinta kepada rasul, yang diutus Allah sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat ke dua setelah cinta kepada Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagal sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang telah menanggung derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia. dan membawa kemanusiaan dan kekelaman kesesatan menuju cahaya petunjuk.
C.      KASIH SAYANG
Pengertian kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang.
Dalam kehidupan berumah tangga kasih sayang merupakan kunci kebahagiaan. Kasih sayang ini merupakan pertumbuhan dari cinta. Percintaan muda-mudi (pria-wanita) bila diakhiri dengan perkawinan, maka di dalarn berumah tangga keluarga muda itu bukan lagi bercinta-cintaan, tetapi sudah bersifat kasih mengasihi atau saling menumpahkan kasih sayang.
Dalam kasih sayang sadar atau tidak sadar dari masing-masing pihak dituntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya. saling pengertian, saling terbuka, sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Bila salah satu unsur kasih sayang hilang, misalnya unsur tanggung jawab, maka retaklah keutuhan rumah tangga itu. Kasih sayang yang tidak disertai kejujuran, terancamlah kebahagiaan rumah tangga itu.
Yang dapat merasakan kasih sayang bukan hanya suami atau istri atau anak-anak yang
telah dewasa, melainkan bayi yang masih merah pun telah dapat merasakan kasih sayang dari ayah dan ibunya. Bayi yang masih merah telah dapat mengenal suara atau sentuhan tangan ayah ibunya. Bagaimana sikap ibunya memegang/menggendong telah dikenalnya. Hal ini karena sang bayi telah mempunyai kepribadian.
Kasih sayang, dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara anak dan orang tua, pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagal hasil curahan kasih sayang orang tuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak boleh lepas dari kasih sayang dan perhatian orang tua. Suatu hubungan yang harmonis akan terjadi bila hal itu terjadi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Suatu kasus yang sering terjadi, yang menyebabkan seseorang menjadi morffinis, keberandalan remaja, frustrasi dan sebaginya, di mana semuanya dilatarbelakangi kurangnya perhatian dan kasih sayang dalam kehidupan keluarganya
.
D.      KEMESRAAN
Kemesraan berasal dari kata dasar mesra, yang artinya perasaan simpati yang akrab. Kemesraan ialah hubungan yang akrab baik antara pria wanita yang sedang dimabuk asmara maupun yang sudah berumah tangga.
Kemesraan pada dasarnya merupakan perwujudan kasih sayang yang mendalam. Filsuf Rusia, Salovjef dalam bukunya makna kasih mengatakan “jika seorang pemuda
jatuh cinta pada seorang gadis secara serius, ia terlempar ke luar dan cinta diri. Ia mulai hidup untuk orang lain.”
Yose Ortage Y Gasset dalarn novelnya “On love” mengatakan “di kedalaman sanubarinya seorang pencinta merasa dirinya bersatu tanpa syarat dengan obyek cintanya. Persatuan bersifat kebersamaan yang mendasar dan melibatkan seluruh eksistensinya.”
Selanjutnya Yose mengatakan, bahwa si pencinta tidaklah kehilangan pribadinya dalam aliran energi cinta tersebut. Malahan pribadinya akan diperkaya, dan dibebaskan. Cinta yang demikian merupakan pintu bagi seseorang untuk mengenal dirinya sendiri.
Kemampuan mencinta memberi nilai hidup kita, dan menjadi ukuran terpenting dalam menentukan apakah kita maju atau tidak dalam evolusi kita.
Dari uraian di atas terlihat betapa agung dan sucinya cinta itu. Bila seseorang mengobral cinta, maka orang itu merusak nilai cinta, yang berarti menurunkan martabat dirinya sendiri.
Cinta yang berlanjut menimbulkan pengertian mesra atau kemesraan. Kemesraan adalah perwujudan dan cinta.
Kemesraan dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Dengan kemesraan orang dapat menciptakan berbagai bentuk seni sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Rendra dalam puisinya “Episode” misalnya, melukiskan betapa kemesraan cinta merasuk ke dalam jiwa dua sejoli muda-mudi yang sedang menjalin cinta.

Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya
pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya
angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran
tiba-tiba ia bertanya
“mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka ?“
aku hanya tertawa
lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku
sementara itu
aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.

Kemesraan cinta tidak saja terpatri dalam lubuk hati masing-masing tetapi juga memancar dari sinar mata keduanya yang bening dan belaian-belaian mesra jari-jemari mereka yang bergetar.
Tiap manusia pernah bercinta, hanya saja tidak setiap manusia dapat melahirkan rasa cinta dalam bentuk seni.
E.      PEMUJAAN
Pemujaan adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dan kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada Tuhan adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya. Apa sebab itu terjadi adalah karena Tuhan menciptakan alam semesta. Seperti dalam surat A1-Furqon ayat 59 - 60 yang menyatakan,  “Dia yang menciptakan langit dan bumi beserta apa-apa diantara keduanya dalam enam rangkaian masa, kemudian Dia bertahta di atas singgasana-Nya. Dia maha pengasih, maka tanyakanlah kepada-Nya tentang soal-soal apa yang perlu diketahui.” Selanjutnya ayat 60, “Bila dikatakan kepada mereka, sujudlah kepada Tuhan yang maha pengasih. Tuhan adalah pencipta, tetapi Tuhan juga penghancur segalanya, bila manusia mengabaikan segala perintahnya. Karena itu ketakutan manusia selalu mendampingi hidupnya dan untuk menghilangkan ketakutan itu manusia memuja- Nya. Dalam surat Al-Mu‘minum ayat 98 dinyatakan, “Dan aku berlindung kepada-Mu. Ya Tuhanku, dari kehadiran-Nya di dekatku.
Karena itu jelaslah bagi kita semua, bahwa pemujaan kepada Tuhan adalah bagian hidup manusia, Karena Tuhan pencipta semesta termasuk manusia itu sendiri. Dan penciptaan semesta untuk manusia.
Kalau manusia cinta kepada Tuhan, karena Tuban sungguh maha pengasih lagi maha penyayang. Kecintaan manusia itu dimanifestasikan dalam bentuk sholat.
Dalam surat An-Nur ayat 41 antara lain menyatakan, “apakah engkau tidak tahu bahwasanya Allah itu dipuja oleh segala yang ada di bumi dan di langit...”
Dalam kehidupan manusia terdapat berbagai macam pemujaan sesuai dengan agama, kepercayaan, kondisi, dan situasi. Sholat di rumah, di mesjid, sembahyang di pura, di candi, di gereja bahkan di tempat-tempat yang dianggap keramat merupakan perwujudan dari pemujaan kepada Tuhan atau yang dianggap Tuhan.
Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya, mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala kekurangan yang ada padanya, dan lain-lain.
Bila setiap hari sekian kali manusia memuja kebesarannya dan selalu mohon apa yang kita inginkan, dan Tuhan selalu mengabulkan permintaan umat-Nya, maka wajarlah cinta manusia kepada Tuhan adalah cinta mutlak. Cinta yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Alangkah besar dosa kita, apabila kita tidak mencintai-Nya, meskipun hanya sekejap.


Sumber: Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma